ANTARA
SAUDI ARABIA & WAHABISME
Sejarah Dibalik Berdirinya Kerajaan Saudi
Arabia
Menurut logika yang sehat, seharusnyalah
Kerajaan Saudi Arabia menjadi pemimpin bagi Dunia Islam dalam segala hal yang
menyangkut keIslaman. Pemimpin dalam menyebarkan dakwah Islam, sekaligus
pemimpin Dunia Islam dalam menghadapi serangan kaum kuffar yang terus-menerus
melakukan serangan terhadap agama Allah SWT ini dalam berbagai bentuk, baik
dalam hal Al-Ghawz Al-Fikri (serangan pemikiran dan kebudayaan) maupun serangan
Qital.
Seharusnyalah Saudi Arabia menjadi
pelindung bagi Muslim Palestina, Muslim Afghanistan, Muslim Irak, Muslim
Pattani, Muslim Rohingya, Muslim Bosnia, Muslim Azebaijan, dan kaum Muslimin di
seluruh dunia. Tapi yang terjadi dalam realitas sesungguhnya, mungkin masih
jadi pertanyaan banyak pihak. Karena harapan itu masih jauh dari kenyataan.
Craig Unger, mantan deputi director New
York Observer di dalam karyanya yang sangat berani berjudul “Dinasti Bush
Dinasti Saud” (2004) memaparkan kelakuan beberapa oknum di dalam tubuh kerajaan
negeri itu, bahkan di antaranya termasuk para pangeran dari keluarga kerajaan.
“Pangeran Bandar yang dikenal sebagai
‘Saudi Gatsby’ dengan ciri khas janggut dan jas rapih, adalah anggoa kerajaan Dinasti
Saudi yang bergaya hidup Barat, berada di kalangan jetset, dan belajar di
Barat. Bandar selalu mengadakan jamuan makan mewah di rumahnya yang megah di
seluruh dunia. Kapan pun ia bisa pergi dengan aman dari Arab Saudi dan dengan
entengnya melabrak batas-batas aturan seorang Muslim. Ia biasa minum Brandy dan
menghisap cerutu Cohiba, ” tulis Unger.
Bandar, tambah Unger, merupakan contoh
perilaku dan gaya hidup sejumlah syaikh yang berada di lingkungan kerajaan Arab
Saudi. “Dalam hal gaya hidup Baratnya, ia bisa mengalahkan orang Barat paling
fundamentalis sekali pun. ”
Bandar adalah putera dari Pangeran Sultan,
Menteri Pertahanan Saudi. Dia juga kemenakan dari Raja Fahd dan orang kedua
yang berhak mewarisi mahkota kerajaan, sekaligus cucu dari (alm) King Abdul
Aziz, pendiri Kerajaan Saudi modern.
Bukan hanya Pangeran Bandar yang begitu,
beberapa kebijakan dan sikap kerajaan terakdang juga agak membingungkan. Siapa
pun tak kan bisa menyangkal bahwa Kerajaan Saudi amat dekat—jika tidak bisa
dikatakan sekutu terdekat—Amerika Serikat. Di mulut, para syaikh-syaikh itu
biasa mencaci maki Zionis-Israel dan Amerika, tetapi mata dunia melihat banyak
di antara mereka yang berkawan akrab dan bersekutu dengannya.
Barangkali kenyataan inilah yang bisa
menjawab mengapa Kerajaan Saudi menyerahkan penjagaan keamanan bagi
negerinya—termasuk Makkah dan Madinah—kepada tentara Zionis Amerika.
Bahkan dikabarkan bahwa Saudi pula yang
mengontak Vinnel Corporation di tahun 1970-an untuk melatih tentaranya, Saudi
Arabian National Guard (SANG) dan mengadakan logistik tempur bagi tentaranya.
Vinnel merupakan salah satu Privat Military Company (PMC) terbesar di Amerika
Serikat yang bisa disamakan dengan perusahaan penyedia tentara bayaran.
Ketika umat Islam dunia melihat pasukan
Amerika Serikat yang hendak mendirikan pangkalan militer utama AS dalam
menghadapi invasi Irak atas Kuwait beberapa tahun lalu, maka hal itu tidak
lepas dari kebijakan orang-orang yang berada dalam kerajaan tersebut.
Langkah-langkah mengejutkan yang diambil
pihak Kerajaan Saudi tersebut sesungguhnya tidak mengejutkan bagi yang tahu
latar belakang berdirinya Kerajaan Saudi Arabia itu sendiri. Tidak perlu
susah-sudah mencari tahu tentang hal ini dan tidak perlu membaca buku-buku yang
tebal atau bertanya kepada profesor yang sangat pakar.
Pergilah ke tempat penyewaan VCD atau DVD,
cari sebuah film yang dirilis tahun 1962 berjudul ‘Lawrence of Arabia’ dan
tontonlah. Di dalam film yang banyak mendapatkan penghargaan internasional
tersebut, dikisahkan tentang peranan seorang letnan dari pasukan Inggris
bernama lengkap Thomas Edward Lawrence, anak buah dari Jenderal Allenby
(jenderal ini ketika merebut Yerusalem menginjakkan kakinya di atas makam
Salahuddin Al-Ayyubi dan dengan lantang berkata, “Hai Saladin, hari ini telah
kubalaskan dendam kaumku dan telah berakhir Perang Salib dengan kemenangan
kami!”).
Film ini memang agak kontroversial, ada
yang membenarkan namun ada juga yang menampiknya. Namun produser mengaku bahwa
film ini diangkat dari kejadian nyata, yang bertutur dengan jujur tentang siapa
yang berada di balik berdirinya Kerajaan Saudi Arabia.
Bahkan di film itu digambarkan bahwa
klanSaud dengan bantuan Lawrence mendirikan kerajaan sendiri yang terpisah dari
khilfah Turki Utsmani. Sejarahwan Inggris, Martin Gilbert, di dalam tulisannya
“Lawrence of Arabia was a Zionist” seperti yang dimuat di Jerusalem Post edisi
22 Februari 2007, menyebut Lawrence sebagai agen Zionisme.
Sejarah pun menyatakan, hancurnya
Kekhalifahan Turki Utsmani ini pada tahun 1924 merupakan akibat dari infiltrasi
Zonisme setelah Sultan Mahmud II menolak keinginan Theodore Hertzl untuk
menyerahkan wilayah Palestina untuk bangsa Zionis-Yahudi. Operasi penghancuran
Kekhalifahan Turki Utsmani dilakukan Zionis bersamaan waktunya dengan mendukung
pembrontakan Klan Saud terhadap Kekalifahan Utsmaniyah, lewat Lawrence of
Arabia.
Entah apa yang terjadi, namunhingga detik ini,
Kerajaan Saudi Arabia, walau Makkah al-Mukaramah dan Madinah ada di dalam
wilayahnya, tetap menjadi sekutu terdekat Amerika Serikat. Mereka tetap menjadi
sahabat yang manis bagi Amerika.
Selain film ‘Lawrence of Arabia’, ada
beberapa buku yang bisa menggambarkan hal ini yang sudah diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia. Antara lain:
• Wa’du Kissinger (Belitan Amerika di
Tanah Suci, Membongkar Strategi AS Menguasai Timur Tengah, karya DR. Safar
Al-Hawali—mantan Dekan Fakultas Akidah Universitas Ummul Quro Makkah, yang
dipecat dan ditahan setelah menulis buku ini, yang edisi Indonesianya
diterbitkan Jazera, 2005)
• Dinasti Bush Dinasti Saud, Hubungan
Rahasia Antara Dua Dinasti Terkuat Dunia (Craig Unger, 2004, edisi Indonesianya
diterbitkan oleh Diwan, 2006)
• Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia
(George Lenczowski, 1992)
• History oh the Arabs (Philip K. Hitti,
2006)
Sebab itu, banyak kalangan yang berasumsi
bawah berdirinya Kerajaan Saudi Arabia adalah akibat "pemberontakan"
terhadap Kekhalifahan Islam Turki Utsmani dan diback-up oleh Lawrence, seorang
agen Zionis dan bawahan Jenderal Allenby yang sangat Islamofobia. Mungkin
realitas ini juga yang sering dijadikan alasan, mengapa Arab Saudi sampai
sekarang kurang perannya sebagai pelindung utama bagi kekuatan Dunia Islam,
wallahu a'lam.
*Sumber http://warungpoci.blogspot.com/2011/01/sejarah-dibalik-berdirinya-kerajaan.html
Latar
Belakang Berdirinya Kerajaan Saudi Arabia Dan Paham Wahabi
(Bagian I)
Dr. Abdullah Mohammad Sindi *], di dalam sebuah
artikelnya yang berjudul :Britain and the Rise of Wahhabism and the
House of Saud menyajikan tinjauan ulang tentang sejarah Wahabisme, peran Pemerintah
Inggeris di dalam perkembangannya, dan hubungannya dengan peran keluarga
kerajaan Saudi. “Salah satu sekte Islam yang paling kaku dan paling
reaksioner saat ini adalah Wahabi,” demikian tulis Dr. Abdullah Mohammad
Sindi dalam pembukaan artikelnya tersebut. Dan kita tahu bahwa Wahabi adalah
ajaran resmi Kerajaaan Saudi Arabia, tambahnya.
Wahabisme dan keluarga Kerajaan Saudi
telah menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan sejak kelahiran keduanya.
Wahabisme-lah yang telah menciptakan kerajaan Saudi, dan sebaliknya keluarga
Saud membalas jasa itu dengan menyebarkan paham Wahabi ke seluruh penjuru
dunia. One could not have existed without the other –
Sesuatu tidak dapat terwujud tanpa bantuan sesuatu yang lainnya.
Wahhabisme memberi legitimasi bagi Istana
Saud, dan Istana Saud memberi perlindungan dan mempromosikan Wahabisme ke
seluruh penjuru dunia. Keduanya tak terpisahkan, karena keduanya saling
mendukung satu dengan yang lain dan kelangsungan hidup keduanya bergantung
padanya.
Tidak seperti negeri-negeri Muslim
lainnya, Wahabisme memperlakukan perempuan sebagai warga kelas tiga, membatasi
hak-hak mereka seperti : menyetir mobil, bahkan pada dekade lalu membatasi
pendidikan mereka.
Juga tidak seperti di negeri-negeri Muslim
lainnya, Wahabisme :
- melarang perayaan Maulid Nabi Muhammad
Saw
- melarang kebebasan berpolitik dan secara
konstan mewajibkan rakyat untuk patuh secara mutlak kepada pemimpin-pemimpin
mereka.
- melarang mendirikan bioskop sama sekali.
- menerapkan hukum Islam hanya atas rakyat
jelata, dan membebaskan hukum atas kaum bangsawan, kecuali karena alasan
politis.
- mengizinkan perbudakan sampai tahun
’60-an.
Mereka juga menyebarkan mata-mata atau
agen rahasia yang selama 24 jam memonitor demi mencegah munculnya gerakan
anti-kerajaan.
Wahabisme juga sangat tidak toleran
terhadap paham Islam lainnya, seperti terhadap Syi’ah dan Sufisme (Tasawuf).
Wahabisme juga menumbuhkanrasialisme Arab pada pengikut
mereka. 1] Tentu saja rasialisme bertentangan dengan
konsep Ummah Wahidah di dalam Islam.
Wahhabisme juga memproklamirkan bahwa
hanya dia saja-lah ajaran yang paling benar dari semua ajaran-ajaran Islam yang
ada, dan siapapun yang menentang Wahabisme dianggap telah melakukan BID’AH dan
KAFIR!
LAHIRNYA AJARAN WAHABI:
Wahhabisme atau ajaran Wahabi muncul pada
pertengahan abad 18 di Dir’iyyah sebuah dusun terpencil di Jazirah Arab, di
daerah Najd.
Kata Wahabi sendiri diambil dari nama
pendirinya, Muhammad Ibn Abdul-Wahhab (1703-92). Laki-laki ini lahir di Najd,
di sebuah dusun kecil Uyayna. Ibn Abdul-Wahhab adalah seorang mubaligh yang
fanatik, dan telah menikahi lebih dari 20 wanita (tidak lebih dari 4 pada waktu
bersamaan) dan mempunyai 18 orang anak. 2]
Sebelum menjadi seorang mubaligh, Ibn
Abdul-Wahhab secara ekstensif mengadakan perjalanan untuk keperluan bisnis,
pelesiran, dan memperdalam agama ke Hijaz, Mesir, Siria, Irak, Iran, dan India.
Walaupun Ibn Abdul-Wahhab dianggap sebagai
Bapak Wahabisme, namun aktualnya Kerajaan Inggeris-lah yang membidani
kelahirannya dengan gagasan-gagasan Wahabisme dan merekayasa Ibn Abdul-Wahhab
sebagai Imam dan Pendiri Wahabisme, untuk tujuan menghancurkan Islam dari dalam
dan meruntuhkan Daulah Utsmaniyyah yang berpusat di Turki. Seluk-beluk dan
rincian tentang konspirasi Inggeris dengan Ibn Abdul-Wahhab ini dapat Anda
temukan di dalam memoar Mr. Hempher : “Confessions of a British Spy” 3]
Selagi di Basra, Iraq, Ibn Abdul-Wahhab
muda jatuh dalam pengaruh dan kendali seorang mata-mata Inggeris yang dipanggil
dengan nama Hempher yang sedang menyamar (undercover), salah seorang
mata-mata yang dikirim London untuk negeri-negeri Muslim (di Timur Tengah)
dengan tujuan menggoyang Kekhalifahan Utsmaniyyah dan menciptakan konflik di
antara sesama kaum Muslim. Hempher pura-pura menjadi seorang Muslim, dan
memakai nama Muhammad, dan dengan cara yang licik, ia melakukan pendekatan dan
persahabatan dengan Ibn Abdul-Wahhab dalam waktu yang relatif lama.
Hempher, yang memberikan Ibn Abdul-Wahhab
uang dan hadiah-hadiah lainnya, mencuci-otak Ibn Abdul-Wahhab dengan
meyakinkannya bahwa : Orang-orang Islam mesti dibunuh, karena mereka telah
melakukanpenyimpangan yang berbahaya , mereka – kaum Muslim – telah keluar
dari prinsip-prinsip Islam yang mendasar, mereka semua telah melakukan
perbuatan-perbuatan bid’ah dan syirik.
Hempher juga membuat-buat sebuah mimpi
liar (wild dream) dan mengatakan bahwa dia bermimpi Nabi Muhammad Saw
mencium kening (di antara kedua mata) Ibn Abdul-Wahhab, dan mengatakan kepada
Ibn Abdul-Wahhab, bahwa dia akan jadi orang besar, dan meminta kepadanya untuk
menjadi orang yang dapat menyelamatkan Islam dari berbagai bid’ah dan takhayul.
Setelah mendengar mimpi liar Hempher, Ibn
Abdul-Wahhab jadi ge-er (wild with joy) dan menjadi terobsesi,
merasa bertanggung jawab untuk melahirkan suatu aliran baru di dalam Islam yang
bertujuan memurnikan dan mereformasi Islam.
Di dalam memoarnya, Hempher menggambarkan
Ibn Abdul-Wahhab sebagai orang yang berjiwa “sangat tidak stabil” (extremely
unstable), “sangat kasar” (extremely rude), berakhlak bejat (morally
depraved), selalu gelisah (nervous), congkak (arrogant),
dan dungu (ignorant).
Mata-mata Inggeris ini, yang memandang Ibn
Abdul-Wahhab sebagai seorang yang bertipikal bebal (typical fool), juga
mengatur pernikahan mut’ah bagi Ibn Abdul Wahhab dengan 2
wanita Inggeris yang juga mata-mata yang sedang menyamar.
Wanita pertama adalah seorang wanita
beragama Kristen dengan panggilan Safiyya. Wanita ini tinggal bersama Ibn Abdul
Wahhab di Basra. Wanita satunya lagi adalah seorang wanita Yahudi yang punya
nama panggilan Asiya. Mereka menikah di Shiraz, Iran. 4]
KERAJAAN SAUDI-WAHHABI PERTAMA : 1744-1818
Setelah kembali ke Najd dari
perjalanannya, Ibn Abdul-Wahhab mulai “berdakwah” dengan gagasan-gagasan
liarnya di Uyayna. Bagaimana pun, karena “dakwah”-nya yang keras dan kaku, dia
diusir dari tempat kelahirannya. Dia kemudian pergi berdakwah di dekat
Dir’iyyah, di mana sahabat karibnya, Hempher dan beberapa mata-mata Inggeris
lainnya yang berada dalam penyamaran ikut bergabung dengannya. 5]
Dia juga tanpa ampun membunuh seorang
pezina penduduk setempat di hadapan orang banyak dengan cara yang sangat
brutal, menghajar kepala pezina dengan batu besar 6]
Padahal, hukum Islam tidak mengajarkan hal
seperti itu, beberapa hadis menunjukkan cukup dengan batu-batu kecil. Para
ulama Islam (Ahlus Sunnah) tidak membenarkan tindakan Ibn Abdul-Wahhab yang
sangat berlebihan seperti itu.
Walaupun banyak orang yang menentang
ajaran Ibn Abdul-Wahhab yang keras dan kaku serta tindakan-tindakannya,
termasuk ayah kandungnya sendiri dan saudaranya Sulaiman Ibn Abdul-Wahhab, –
keduanya adalah orang-orang yang benar-benar memahami ajaran Islam -, dengan
uang, mata-mata Inggeris telah berhasil membujuk Syeikh Dir’iyyah, Muhammad
Saud untuk mendukung Ibn Abdul-Wahhab. 7]
Pada 1744, al-Saud menggabungkan kekuatan
dengan Ibn Abdul-Wahhab dengan membangun sebuah aliansi politik, agama dan
perkawinan. Dengan aliansi ini, antara keluarga Saud dan Ibn Abdul-Wahhab, yang
hingga saat ini masih eksis, Wahhabisme sebagai sebuah “agama” dan gerakan
politik telah lahir!
Dengan penggabungan ini setiap kepala
keluarga al-Saud beranggapan bahwa mereka menduduki posisi Imam Wahhabi
(pemimpin agama), sementara itu setiap kepala keluarga Wahhabi memperoleh
wewenang untuk mengontrol ketat setiap penafsiran agama (religious
interpretation).
Mereka adalah orang-orang bodoh, yang
melakukan kekerasan, menumpahkan darah, dan teror untuk menyebarkan paham
Wahabi (Wahhabism) di Jazirah Arab. Sebagai hasil aliansi
Saudi-Wahhabi pada 1774, sebuah kekuatan angkatan perang kecil yang terdiri
dari orang-orang Arab Badui terbentuk melalui bantuan para mata-mata Inggeris
yang melengkapi mereka dengan uang dan persenjataan. 8]
Sampai pada waktunya, angkatan perang ini
pun berkembang menjadi sebuah ancaman besar yang pada akhirnya melakukan teror
di seluruh Jazirah Arab sampai ke Damaskus (Suriah), dan menjadi penyebab
munculnya Fitnah Terburuk di dalam Sejarah Islam (Pembantaian atas Orang-orang
Sipil dalam jumlah yang besar).
Dengan cara ini, angkatan perang ini
dengan kejam telah mampu menaklukkan hampir seluruh Jazirah Arab untuk
menciptakan Negara Saudi-Wahhabi yang pertama.
Sebagai contoh, untuk memperjuangkan apa
yang mereka sebut sebagai syirik dan bid’ah yang dilakukan oleh kaum Muslim,
Saudi-Wahhabi telah mengejutkan seluruh dunia Islam pada 1801, dengan tindakan
brutal menghancurkan dan menodai kesucian makam Imam Husein bin Ali (cucu Nabi
Muhammad Saw) di Karbala, Irak. Mereka juga tanpa ampun membantai lebih dari
4.000 orang di Karbala dan merampok lebih dari 4.000 unta yang mereka bawa
sebagai harta rampasan. 9]
Sekali lagi, pada 1810, mereka, kaum
Wahabi dengan kejam membunuh penduduk tak berdosa di sepanjang Jazirah Arab.
Mereka menggasak dan menjarah banyak kafilah peziarah dan sebagian besar di
kota-kota Hijaz, termasuk 2 kota suci Makkah dan Madinah.
Di Makkah, mereka membubarkan para
peziarah, dan di Madinah, mereka menyerang dan menodai Masjid Nabawi,
membongkar makam Nabi, dan menjual serta membagi-bagikan peninggalan bersejarah
dan permata-permata yang mahal.
Para teroris Saudi-Wahhabi ini telah
melakukan tindak kejahatan yang menimbulkan kemarahan kaum Muslim di seluruh
dunia, termasuk Kekhalifahan Utsmaniyyah di Istanbul.
Sebagai penguasa yang bertanggung jawab
atas keamanan Jazirah Arab dan penjaga masjid-masjid suci Islam, Khalifah
Mahmud II memerintahkan sebuah angkatan perang Mesir dikirim ke Jazirah Arab
untuk menghukum klan Saudi-Wahhabi.
Pada 1818, angkatan perang Mesir yang
dipimpin Ibrahim Pasha (putra penguasa Mesir) menghancurkan Saudi-Wahhabi dan
meratakan dengan tanah ibu kota Dir’iyyah .
Imam kaum Wahhabi saat itu, Abdullah
al-Saud dan 2 pengikutnya dikirim ke Istanbul dengan dirantai dan di hadapan
orang banyak, mereka dihukum pancung. Sisa klan Saudi-Wahhabi ditangkap di
Mesir.
(Bersambung)
________________________________________
* Dr. Abdullah Mohammad Sindi adalah
seorang profesor Hubungan Internasional (professor of International Relations)
berkebangsaan campuran Saudi-Amerika. Dia memperoleh titel BA dan MA nya di
California State University, Sacramento, dan titel Ph.D. nya di the University
of Southern California. Dia juga seorang profesor di King
Abdulaziz University di Jeddah, Saudi Arabia. Dia juga mengajar di
beberapa universitas dan college Amerika termasuk di : the University of
California di Irvine, Cal Poly Pomona, Cerritos College, and Fullerton College.
Dia penulis banyak artikel dalam bahasa Arab maupun bahasa Inggeris. Bukunya antara
lain : The Arabs and the West: The Contributions and the Inflictions.
Catatan Kaki :
[1] Banyak orang-orang yang belajar
Wahabisme (seperti di Jakarta di LIPIA) yang menjadi para pemuja syekh-syekh
Arab, menganggap bangsa Arab lebih unggul dari bangsa lain. Mereka (walaupun
bukan Arab) mengikuti tradisi ke-Araban atau lebih tepatnya Kebaduian (bukan
ajaran Islam), seperti memakai jubah panjang, menggunakan kafyeh, bertindak dan
berbicara dengan gaya orang-orang Saudi.
[2] Alexei Vassiliev, Ta’reekh
Al-Arabiya Al-Saudiya [History of Saudi Arabia], yang
diterjemahkan dari bahasa Russia ke bahasa Arab oleh Khairi al-Dhamin dan Jalal
al-Maashta (Moscow: Dar Attagaddom, 1986), hlm. 108.
[3] Untuk lebih detailnya Anda bisa
mendownload “Confessions of a British Spy”
:http://www.ummah.net/Al_adaab/spy1-7.html
Cara ini juga dilakukan Imperialis Belanda
ketika mereka menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia lewat Snouck
Hurgronje yang telah belajar lama di Saudi Arabia dan mengirinmnya ke
Indonesia. Usaha Snouck berhasil gemilang, seluruh kerajaan Islam jatuh di
tangan Kolonial Belanda, kecuali Kerajaan Islam Aceh. Salah satu provokasi
Snouck yang menyamar sebagai seorang ulama Saudi adalah menyebarkan keyakinan
bahwa hadis Cinta pada Tanah Air adalah lemah! (Hubbul Wathan minal Iman).
Dengan penanaman keyakinan ini diharapkan Nasionalisme bangsa Indonesia hancur,
dan memang akhirnya banyak pengkhianat bangsa bermunculan.
[4] Memoirs Of Hempher, The
British Spy To The Middle East, page 13.
[5] Lihat “The Beginning and Spreading of
Wahhabism”, http://www.ummah.net/Al_adaab/wah-36.html
[6] William Powell, Saudi Arabia
and Its Royal Family (Secaucus, N.J.: Lyle Stuart Inc., 1982), p.
205.
[7] Confessions of a British Spy.
[8] Ibid.
[9] Vassiliev, Ta’reekh, p.
117.
*Sumber http://kommabogor.wordpress.com/2007/12/22/latar-belakang-berdirinya-kerajaan-saudi-arabia-dan-paham-wahabi-bag-i/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar